Horison adalah praduga yang dimiliki terhadap suatu
fakta sejarah. Bagaimanakah caranya mengurangi sebanyak mungkin Horison sehingga berdasarkan fakta-fakta yang ada
bisa mendapatkan kesimpulan yang benar. Apakah Horison ini bisa diubahkan?
Bagaimana mengatasi Horison ini?
Craig
sebagai editor dalam bukunya, memuat satu bab mengenai “Perjalanan dari Atheis
ke Theis: Sebuah diskusi antara Anthony Flew dan Gary Habermas”. Dituliskan, dalam
tahun-tahun terakhir sebelum perpindahan Horisonnya,
Flew adalah seorang “the world’s most
influential philosophical atheist”, Atheis yang paling berpengaruh dalam
filsafat. Perpindahan Flew ini merupakan perpindahan Horison juga, ketika melihat fakta-fakta yang ada. Perpindahan Flew
ini dikarenakan keberadaan Allah didukung oleh penemuan scientific beberapa
tahun terakhir. Secara khusus argumentasi ”Intelligent
Design” yaitu adanya Pencipta yang sangat cerdas. Hal ini didukung oleh Big-Bang Cosmology dan Fine-Tuning Arguments. Dalam tulisan itu
juga dijelaskan mengenai perpindahan C.S. Lewis, dari seorang Atheis menjadi
Theis dan kemudian berpindah lagi menjadi seorang Kristen. Perpindahan ini,
menyatakan bahwa horizon seseorang
itu dapat berubah, tidak selalu statis, namun dinamis. (2)
N.T.
Wright menuliskan kasus Thomas dalam Yohanes 20. Dikatakan bahwa Thomas
mempunyai epistemologi (*) percaya kalau sudah menyentuh Yesus yang bangkit.
Thomas tidak percaya, dan ketidakpercayaan itu hanya bisa dihilangkan bila
melihat bekas paku di tangan dan mencucukkan tangan ke lambung Yesus.
Epistmologinya berubah setelah mendengar suara Yesus yang berkata,
“Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya”. Perubahan horizon
sangat memungkinkan setelah melihat fakta itu langsung. Perjumpaan dengan
fakta-fakta sejarah kebangkitan Yesus dapat merubah horison seseorang. (3)
Lebih
lanjut, Licona mengusulkan 5 cara agar setidaknya dapat meminimalkan horison:
(1) Metode, dengan melihat metode-metode yang berbeda dan yang digunakan. (2) Historian
harus mempublikasikan horizon dan metodenya ke publik untuk dianalisa. (3)
Pihak yang mencurigai (peer pressure)
dapat meminimalkan horizon seorang historian. (4) Menyerahkan ide tersebut
kepada ahli yang sangat bertentangan (unsympathetic
experts). (5) Mempertimbangkan hal-hal relevan tentang fakta yang didukung
bukti-bukti yang kuat dan telah disetujui banyak ahli. (6). Pendirian teguh
terhadap bias adalah hal yang tidak dapat ditolerir. Dengan memikirkan keenam
hal ini, maka horizon historian dapat diminimalkan. Tapi tentu saja tidak dapat
dihilangkan. (4)
Sebagai
kesimpulannya, horizon itu dapat diminimalkan, tetapi tidak dapat dihilangkan.
Perpindahan horizon sangat dimungkinkan, seperti perjumpaan Thomas dengan Tuhan
Yesus. Semuanya adalah anugerah Allah, bukan karena kemampuan manusia itu
sendiri untuk berubah. Seperti yang Yesus nyatakan dalam Yohanes 4:66, “Tidak ada seorang pun yang dapat datang
kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan
Kubangkitkan pada akhir zaman.”
(*)
Epistemologi adalah studi bagaimana pengetahuan manusia itu diperoleh,
dasar-dasarnya, bentuk dan kriterianya. (5)
----------------------
Referensi
(1) Mike Licona, The
Resurrection of Jesus: A New Historiographical Approach (Downers
Grove, Ill.: IVP Academic, ©2010), 49.
(2)
William Lane Craig and
Chad V. Meister, eds., God Is Great, God Is Good: Why Believing in God
Is Reasonable and Responsible (Downers Grove, Ill.: IVP Books, ©2009),
228-246.
(3) N.T. Wright, The Resurrection of the Son of God: Christian Origins and the Question of God, vol.3 (North American ed. 4 vols. Minneapolis: Fortress Press, 1992-2013), 22.
(4) The
Resurrection of Jesus, 50-60.
(5) Donald K.
McKim, Westminster Dictionary
of Theological Terms (Louisville,
KY: Westminster John Knox Press, ©1996), 91.
No comments:
Post a Comment