22 August 2016

Apakah Arti Sejarah?

Apakah arti dan definisi dari sejarah? Apakah ada pengaruh defisini sejarah terhadap cara pandang historian terhadap sejarah itu sendiri dan definisi apa saja yang diberikan untuk mendeskripsikan sejarah itu sendiri? Apakah definisi sejarah sudah cukup menggambarkan apa itu sejarah?


Wright mendefinisikan sejarah dalam lima cara. Pertama, sejarah adalah sebagai kejadian. Berarti sesuatu yang telah terjadi walaupun kita mempunyai atau tidak mempunyai bukti-bukti mengenai hal itu. Kedua, sejarah dipandang sebagai kejadian yang signifikan atau penting. Berarti ada suatu momentum yang penting pada kejadian tersebut. Ketiga, sejarah adalah sebagai sesuatu yang dapat dibuktikan. Berarti sejarah bukan saja terjadi tapi dapat di demonstrasikan dalam matematika sehingga disebut sebagai “ilmu yang sulit”. Keempat, sejarah berarti menulis tentang kejadian-kejadian diwaktu lampau. Termasuk didalamnya adalah segala sesuatu yang telah ditulis pada masa lampau, termasuk tentu saja tradisi lisan (informasi yang disampaikan melalui lisan) yang terjadi dimasa lampau. Kelima, sejarah adalah kombinasi atara poin (3) dan (4) diatas. Dengan pemikiran setelah “masa pencerahan” (post enlightenment) yang menekankan rasio dan ilmu pengetahuan. Dari pengertian diatas, ketika para ahli menuliskan Yesus sejarah (historical Jesus), perkataan ini mengandung arti seperti kelima deifinisi diatas. (1)

Craig menuliskan bahwa pengetahuan sejarah menimbulkan suatu pertanyaan penting: bagaimanakah kepastian kebenaran ketika mempelajari “apa saja yang berhubungan dengan manusia” diwaktu lampau? Pertanyaan ini menimbulkan suatu derajat ketidakpastian. Bahkan dikatakan bahwa sejarah adalah kebohongan yang disetujui bersama. Pemikiran ini tentu saja secara langsung menghantam kekristenan yang berdiri diatas wahyu Allah. Craig kemudian melanjutkan bahwa pengetahuan sejarah dimulai sejak abad pertengahan berupa catatan-catatan kejadian dan tanggal terjadinya dari orang-orang yang mempunyai otoritas. Kemudian beralih pada tahap “kesadaran historis” pada abad modern. Tulisan sejarah berkembang menjadi tulisan yang popular. Masa ini menjadi kelahirkan Sejarah yang berdasarkan kesadaran diri (rise of historical consciousness). Kemudian berkembang lagi pada abad sembilanbelas dan duapuluh menjadi abad relativisme. Dimulai pada abad sembilanbelas yang ditandai dengan sifat objektif dari sejarah itu sendiri. Biarkan fakta itu yang berbicara sendiri. Berkembang pada abad duapuluh menjadi relativisme, yang berfokus pada dua hal: pertama, non-realisme atau konstruksionisme, yaitu konstruksionisme sejarah untuk masa lampau daripada kejadian masa lampau itu sendiri; kedua, non-objektif atau subjektifisme, pandangan yang melihat bahwa tidak ada satu rekonstruksi sejarah dapat menyatakan lebih akurat daripada rekonstruksi sejarah lainnya. (2)

Licona mendefinisikan sejarah sebagai kejadian-kejadian dimasa lampau yang menjadi objek studi. Dari definisi ini dapat dimengerti bahwa kejadian masa lampau demikian banyak. Tetapi yang dicatat adalah yang menjadi objek studi. Namun, sejarah berbeda juga dengan historiography, yaitu penelitian tentang sejarah dan pertanyaan-pertanyaan mengenai sejarah yang tercatat. Berarti ada unsur metodologi dan filosofinya. Selain itu, sejarah tidak mencatat semua hal, namun yang perlu saja. Contohnya, bila melihat sejarah Suharto, Presiden kedua RI, sangat sedikit mengulas masa pacarannya selagi muda. Tetapi walaupun sejarah tidak mencatat lengkap masa berpacarannya, tetap tidak mengubah pendapat bahwa Ia adalah Presiden RI yang kedua. Ini adalah fakta yang akurat. Demikian juga bila dikaitkan dengan Yesus, murid-murid tidak pernah menggambarkan tubuh Yesus, tetapi tidak berarti menolak keberadaan-Nya dalam sejarah. Karena sejarah sebagai objek, maka manusia yang mempelajarinya sebagai subjek. Setiap subjek, yaitu manusia itu sendiri memiliki perspektif atau presuposisi dalam menimbang sesuati atau memikirkan sesuatu. Licona menyebutkan hal itu sebagai Horizon, yaitu kacamata yang manusia pakai untuk menilai sejarah itu sendiri. (3)

Dari pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sejarah adalah kejadian pada masa lampau yang dikonstruksikan berdasarkan fakta-fakta yang ada. Namun, fakta-fakta itu sendiri tidak bisa memberikan kepastian seratus persen, sehingga akhirnya muncul banyak pemikiran dalam membaca fakta-fakta itu yang berhubungan dengan tulisan atau teks. Sejarah menjadi topik yang menarik karena banyaknya perbedaan pandangan mengenai bagaimana melihat sejarah itu sendiri.

Pertanyaan yang perlu dipikirkan adalah, tentu ada unsur subjektifitas dalam memandang sejarah. Ini berarti setiap orang memakai “kacamata” masing-masing dalam memandang sejarah dan fakta yang sama. Hal ini memberikan perbedaan hasil konstruksi dikarenakan perbedaan cara memandang tersebut. Perbedaan ini tentu mengakibat “ketidakbenaran” sejarah itu sendiri. Bagaimanakah caranya agar setiap orang yang melihat sejarah, dapat menghilangkan cara pandang yang salah? Apakah ada satu cara pandang yang benar-benar seratus persen dapat dipercaya?

----------------------
Referensi

(1) N.T. Wright, The Resurrection of the Son of God: Christian Origins and the Question of God, vol.3 (North American ed. 4 vols. Minneapolis: Fortress Press, 1992-2013), 12-15.

(2) William Lane Craig, Reasonable Faith: Christian Truth and Apologetics, 3rd ed. (Wheaton, Ill.: Crossway Books, ©2008), 208-217.


(3) Mike Licona, The Resurrection of Jesus: A New Historiographical Approach (Downers Grove, Ill.: IVP Academic, ©2010), 30-39.

No comments:

Post a Comment