26 August 2016

Praduga Sejarah

Kenapa ketika berhadapan dengan fakta sejarah, bisa terjadi perbedaan pendapat antara para ahli? Bukankah mereka orang yang berpendidikan bahkan hingga S3 dan bergelar professor. Kenapa mereka bisa berbeda dalam memandang fakta yang sama? Apakah yang membedakan cara mereka memanda suatu fakta sejarah?


Strobel juga menuliskan hal yang sama. Dalam wawancaranya dengan William Lane Craig, dikutip mengenai Michael Martin, yang adalah seorang filsuf. Craig mengatakan bahwa Martin (dalam cara pandangnya) bila melihat ada fakta-fakta yang tidak konsisten, maka sesuai hukum kontradiksi, Martin akan membuang fakta-fakta tersebut. Tentu hal ini berbeda dengan Historian. Para sejarawan akan melihat berbeda dibandingkan filsuf. Mereka akan berkata ketika melihat beberapa ketidak konsistenan, mereka meneliti dan mengatakan itu adalah detail-detail sekunder. Misalnya saja kasus kebangkitan: berapakah jumlah Malaikat yang berada di kubur Yesus, ketika hari kebangkitan? Apa perbedaan mengenai hal ini antara Matius 2:28 yang menuliskan satu malaikat dengan Lukas 24:4 yang menuliskan dua malaikat. Tetapi hal itu, bagi historian, tidak akan menghilangkan fakta, bahwa kubur Yesus kosong. Data jumlah malaikat adalah berbeda, data sekunder. Tetapi pesan utama yang ingin disampaikan oleh para penulis Injil adalah, bahwa kuburan Yesus sudah kosong. (1)

Mc Dowell sendiri menuliskan bahwa banyak para mahasiswa yang disesatkan oleh kesimpulan-kesimpulan atau pendapat berdasarkan metode penelitian sastra atau sejarah secara objektif, tetapi kenyataannya adalah subjektif. Hal ini dimulai dari adanya praduga (atau Horison) yang sudah meyimpulkan sesuatu sebelum dimulainya penyelidikan. Baik peneliti konservatif maupun radikal, membuat banyak praduga. Pada tahap tertentu, praduga ini tidak bisa dihindarkan. Dowell kemudian menuliskan bahwa yang menjadi persoalan kunci adalah, “Apakah praduga seseorang sesuai dengan fakta-fakta yang diterimanya, sesuai dengan apa yang terjadi sebenarnya? Apakah cukup bukti mendukung praduga tersebut?” (2)

Licona menuliskan suatu istilah, Horison, sebagai pengertian awal yang dimiliki oleh setiap manusia. Sehingga ketika ada fakta sejarah, maka penetahuan awal yang dimilikinya akan memberikan penilaian kepada fakta sejarah tersebut. Bukan hanya belajar dari fakta tersebut dn mendapatkan sesuatu, tetapi fakta tersebut dilihat dalam kerangka pemikiran yang telah dibentuk sebelumnya. Licona mendefinisikan Horison sebagai cara melihat sesuatu yang didasarkan pada pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, pendidikan, kondisi budaya, kecenderungan, praduga awal, cara pandang dunia (worldview). Horison itu bagaikan kacamata hitam yang mengakibatkan setiap benda yang dilihatnya “diwarnai” oleh warna hitam. Akibat dari horizon ini, maka para historian (ahli sejarah) akan memilih fkata-fakta yang sesuai dengan horizon yang dimilikinya. Maka fakta-fakta yang tidak sesuai dengan horizon-nya dianggap sebagai “fakta” yang tidak berguna. Seperti contoh sebelumnya, maka fakta mengenai bagaimana masa muda Suharto berpacaran, tidak signifikan dengan kejadian G30S PKI. Maka ketika seseorang memfokuskan pada kejadian tersebut, data-data yang tidak relevan, akan dikesampingkan. Licon menuliskan lebih lanjut, bahwa tidak ada historian yang bebas nilai, atau netral. Hal ini berlaku bagi orang Kristen yang dianggap tidak netral oleh orang skeptik karena melihat berdasarkan sifat religi, namun hal itu juga berlaku sebaliknya. Masing-masing memilih data yang berguna untuk tujuan yang dicapainya. Hal ini karena mereka dipengaruhi oleh Horison. (3)

Dapat ditarik kesimpulan, bahwa Horison adalah cara pandang atau sesuatu pengertian yang mendahului manusia untuk menilai sesuatu fakta itu, sebelum fakta itu diteliti. Hal ini bisa disebut juga dengan praduga. Seringkali, praduga atau Horizon itu membuat historian membuang fakta-fakta yang sesungguhnya penting demi mendukung praduganya. Untuk itu perlu dihilangkan praduga-praduga tersebut saat akan meneliti sebuah fakta.

Pemikiran lanjutan bagaimanakah caranya mengurangi sebanyak mungkin Horison sehingga berdasarkan fakta-fakta yang ada bisa mendapatkan kesimpulan yang benar. Bagaimanakah Horison ini bisa berubah?

----------------------
Referensi

(1) Lee Strobel, The Case for Christ: A Journalist's Personal Investigation of the Evidence for Jesus (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2013), 271-72.

(2) Josh McDowell and Bill Wilson, He Walked Among Us (San Bernardino, CA: Here, ©1988), 29-32.

(3) Mike Licona, The Resurrection of Jesus: A New Historiographical Approach (Downers Grove, Ill.: IVP Academic, ©2010), 38-9. 

No comments:

Post a Comment