“When anyone tells me, that he saw a dead man restored to life, I
immediately consider with myself, whether it be more probable, that this person
should either deceive or be deceived, or that the fact, which he relates,
should have really happened”
Perkataan David Hume yang terkenal ini
mewakili pemikiran manusia yang menolak adanya kebangkitan. Apakah ada
bukti-bukti mengenai kebangkitan Yesus yang dipercaya oleh banyak pakar?
Norman
L. Geisler dan Frank Turek menuliskan dalam bukunya tentang seorang pakar
kebangkitan bernama Gary Habermas yang mengumpulkan 1400 buku dari tahun 1975
sd 2003 mengenai karya pakar yang paling kritis mengenai kebangkitan. Para pakar
itu sepakat 12 poin mengenai Yesus dan kekristenan sebagai fakta yang benar-benar
terjadi: Pertama, Yesus mati karena
penyaliban Romawi. Kedua, Yesus
dikuburkan. Ketiga, para murid
kecewa, kehilangan semangat. Keempat,
kubur Yesus ditemukan kosong. Kelima,
Para murid meyakini penampakan Yesus yang bangkit. Keenam, kehidupan para murid berubah bahkan rela mati demi iman
mereka. Ketujuh, kebangkitan Yesus diberitakan
sejak awal gereja. Kedelapan,
kesaksian para murid dilakukan di Yerusalem tempat Yesus disalib dan
dikuburkan. Kesembilan, pesan Injil
berpusat pada kematian dan kebangkitan Yesus. Kesepuluh, hari Minggu menjadi hari yang penting untuk bersekutu
dan beribadah. Kesebelas, Yakobus
saudara Yesus yang skeptic berubah setelah melihat Yesus yang bangkit. Keduabelas, musuh Kristen yaitu Paulus
menjadi orang percaya setelah melihat Yesus. (2)
Gary
Habermas dan Licona menuliskan bukti kebangkitan Yesus dengan “pendekatan fakta
minimal” (minimal facts approach).
Pendekatan ini mempergunakan fakta yang didukung oleh banyak bahan bukti.
Kemudian fakta yang ada itu diterima oleh hampir setiap pakar. Kelebihan
pendekatan ini adalah menghindari banyak perdebatan soal pengilhaman Alkitab.
Kerap kali keberatan beralih kepada “Alkitab yang mengandung banyak
kekeliruan”. Melalui pendekatan ini, hanya diberikan fakta-fakta yang diterima oleh
banyak pakar, bahkan yang skeptic sekalipun. Licona meringkas 12 fakta diatas
menjadi 5 fakta, yaitu: Pertama,
Yesus mati disalib. Kedua, Para murid
Yesus percaya bahwa Ia bangkit dan menampakkan diri-Nya kepada mereka. Ketiga, Paulus penganiaya gereja
diubahkan tiba-tiba. Keempat, Yakobus
saudara Yesus yang skeptik tiba-tiba diubahkan. Kelima, Makam itu kosong. (3)
Dari
tulisan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa cukup banyak bukti yang diakui
oleh para pakar dibidang historis, filosopy dan teologi. Cukup banyak dalam
arti dibandingkan dengan teori lain yang menolak kebangkitan Yesus. Misalnya
saja orang berkata bahwa Yesus tidak benar-benar bangkit, tapi murid-murid
hanya berhalusinasi. Maka, teori ini harus membuktikan dengan memberikan
fakta-fakta sejarah yang mendukung hal tersebut. Bagaimana mungkin Paulus yang
merupakan musuh Kristen bisa berhalusinasi bertemu dengan Yesus? Bukankah
halusinasi dikarenakan adanya keinginan yang kuat untuk bertemu dengan
seseorang yang dirindukannya? Tetapi Paulus pada saat itu musuh Kristen. Tentu
fakta-fakta yang ada tidak mendukung teori tersebut. Keduabelas fakta Habermas
yang diakui oleh para pakar, bisa menyandingkan antara teori halusinasi dengan
teori kebangkitan Yesus. Kita tentu segera mengetahui mana yang lebih dapat
diterima akal.
Pemikiran yang berkembang: Apakah manfaatnya kebangkitan Yesus itu? Kenapa
kebangkitan Yesus harus menjadi pusat dari Injil itu sendiri? Bukankah Injil
dalam arti kematian Kristus sudah cukup untuk mempertobatkan orang lain? Kenapa
perlu dengan berita kebangkitan Yesus?
----------------------
Referensi
(1) Mike Licona, The Resurrection of Jesus: A New Historiographical Approach (Downers Grove, Ill.: IVP Academic, ©2010), 19.
(2)
Norman L. Geisler and
Frank Turek, I Don't Have Enough Faith to Be an Atheist (Wheaton,
Ill.: Crossway Books, ©2004), 335-6. (edisi bahasa Indonesia).
(3) Gary R. Habermas and Mike Licona, The
Case for the Resurrection of Jesus (Grand Rapids, MI: Kregel
Publications, ©2004), 39-76. (edisi bahasa Indonesia)
No comments:
Post a Comment